Laga melawan Belgia di perempatfinal Piala Dunia 2014 memperlihatkan
bahwa Argentina tak hanya mengenal kata menyerang tapi mereka sama
tangguhnya saat memainkan sepakbola bertahan.
Setelah menunggu 24 tahun, Argentina akhirnya mampu melaju ke
semi final Piala Dunia pertama mereka sejak terakhir pada Piala Dunia
1990 di Italia. Pada partai perempat final, Tim Tango berhasil
mengalahkan Belgia dengan skor tipis 1-0 lewat gol yang dicetak oleh
Gonzalo Higuain.
Pertandingan yang dilangsungkan di Estadio
Nacional Mane Garrincha. Brasilia, Sabtu (5/7) malam WIB ini berjalan
sangat ketat. Argentina yang pada empat pertandingan sebelumnya selalu
mengambil inisiatif menyerang dan menguasai bola, kini menunjukkan
kemampuannya dalam bertahan dan meredam permainan fisik Belgia.
Lebih Ofensif
Argentina
bermain tanpa Sergio Agüero yang cedera dan Marcos Rojo yang terkena
larangan bermain akibat akumulasi kartu kuning. Menghadapi hal tersebut,
sang pelatih, Alejandro Sabella, menurunkan Starting XI dengan formasi
4-4-2. Namun, saat bermain, La Albiceleste lebih sering gunakan pola
kombinasi 4-2-3-1 dan 4-3-3.
Sabella secara mengejutkan
menurunkan Lucas Biglia sebagai gelandang dan Martin Demichelis sebagai
bek tengah. Sabella terlihat ingin merubah taktik karena Biglia
bertipikal gelandang menyerang, sementara Fernando Gago yang kini
dicadangkan adalah seorang gelandang bertahan.
Di bek kiri, Jose
Maria Basanta bermain menggantikan Rojo. Bek Monterrey berusia 30
tahun ini baru 11 kali membela Argentina. Ia dianggap sebagai titik
lemah Tim Tango kemarin malam.
Di kubu lawan, pelatih Belgia,
Marc Wilmots, tidak banyak merubah susunan starting XI dari saat mereka
menang melawan Amerika Serikat. Ia hanya merubah Kevin Mirallas untuk
menggantikan Dries Mertens. Ia juga masih mengandalkan striker berusia
19 tahun asal Lille, Divock Origi.
Susunan pemain Argentina dan Belgia
Sama-sama Menyerang
Di
menit-menit awal pertandingan, kedua tim terlihat sama-sama bernafsu
untuk melakukan inisiatif serangan. Argentina tidak ingin dikontrol
oleh Belgia, sementara The Red Devils juga tidak ingin duduk menunggu untuk lakukan serangan balik.
Imbas
dari strategi ini bahkan terlihat sampai ke lini belakang. Kedua tim
gemar membiarkan bek tengah mereka untuk naik maju membantu penyerangan.
Terlihat dari grafik rataan posisi pemain di atas, baik Ezequiel
Garay-Demichelis dan Vincent Kompany-Daniel van Buyten sering ikut naik
sampai ke tengah lapangan. Cara bermain ini termasuk berisiko, apalagi
permainan baru saja dimulai.
Benar saja, Kompany melakukan
blunder pada menit 8. Ia membuat kesalahan satu-satunya pada
pertandingan itu, meski setelahnya ia bermain baik. Kapten Belgia itu
kehilangan bola di lapangan tengah. Operannya berhasil dipotong oleh
Lionel Messi, yang kemudian memberikan bola kepada Angel Di Maria.
Di
Maria dengan tenang mengecoh beberapa pemain Belgia yang sudah terlalu
berkonsentrasi kepada Messi. Ia kemudian memberikan assist yang
diselesaikan dengan manis oleh Gonzalo Higuain dan Argentina berhasil
mencetak gol cepat.
Grafik proses terjadinya gol Gonzalo Higuain
Pertandingan berubah setelah Di Maria keluar di menit ke-33 karena cedera. Sabella lalu memasukan Enzo Perez.
Masuknya
gelandang Benfica ini mempengaruhi permainan. Di Maraa, yang merupakan
pemain bertipikal menyerang dan melebar, digantikan oleh pemain tengah
yang pandai melakukan tekel. Hasilnya, kualitas pertahanan Argentina
meningkat dalam segi jumlah tekel.
Grafik tekel Argentina sampai babak pertama
Pola Serangan Belgia
Belgia
mereka melakukan pendekatan seperti yang Swiss lakukan: salah satu
penyerang dibiarkan berada di depan, seorang gelandang paling kreatif
bermain tepat di belakangnya, dan mereka akan menerima bola panjang dan
berusaha untuk memproduksi peluang mencetak gol dengan secepat kilat.
Perbandingan grafik Eden Hazard dan intersepsi seluruh pemain Argentina
Belgia
memang memiliki pemain untuk mengeksekusi serangan balik efektif.
Hazard bisa memainkan perannya seperti di Chelsea, sementara sayap-sayap
lainnya juga bisa melakukan break dengan kecepatan dahsyat. Wilmots
nampaknya berharap untuk memanfaatkan kerapuhan pertahanan Argentina,
sebagaimana terlihat saat melawan Iran, Nigeria, dan Swiss.
Namun semalam Hazard dinilai bermain buruk pada pertandingan ini. Ia pun lalu digantikan oleh Naser Chadli di babak kedua.
Meskipun
sebenarnya Hazard kali ini memang buruk secara ofensif, namun ia telah
bermain baik secara defensif. Selama 75 menit di atas lapangan Hazard
telah berhasil melakukan enam kali intersep atau sepertiga dari seluruh
intersep yang bisa pemain Argentina lakukan sepanjang 90 menit.
Strategi Pergantian Pemain Wilmots yang Tidak Berjalan
Selain serangan balik, Belgia juga sering menyerang dengan mengirimkan
bola panjang ke depan untuk Origi. Sebenarnya, dengan memasang Lukaku
alih-alih Origi sebagai ujung tombak, Belgia bisa unggul dari
Argentina. Lukaku memiliki fisik lebih unggul bahkan dibandingkan
dengan bek-bek Argentina. Namun Wilmots menunjukkan kepercayaannya
kepada Origi.
Grafik perbandingan Divock Origi dan Romelu Lukaku
Akan
tetapi striker muda Lille ini tidak mampu keluar dari penjagaan Garay
dan Demichelis. Ia memang akhirnya diganti setelah bermain selama satu
jam, tapi pergantian tersebut seperti sudah terlalu terlambat.
Imbas
dari pergantian pada menit ke-60 ini adalah cara main Belgia yang
menjadi fisikal, terutama di depan. Bahkan Marouane Fellaini sendiri
sering terlihat mendampingi Lukaku di depan sebagai target man. Gelandang Manchester United ini disiapkan untuk berduel udara dengan Garay dan Demichelis.
Belgia
kemudian memainkan bola-bola tinggi dengan crossing. Padahal, pada
pertandingan-pertandingan sebelumnya Argentinalah yang terlihat lebih
sering mengirimkan umpan silang.
Perbandingan crossing
kedua tim pun cukup signifikan (10 untuk Argentina berbanding 24 untuk
Belgia). Ini menunjukan bahwa Belgia ingin memainkan kelebihan utama
mereka, yaitu fisik. Hal ini lalu disikapi Argentina dengan banyak
melakukan clearance.
Perbandingan grafik umpan silang Belgia dan sapuan bola Argentina
Sadar permainan crossing Belgia tidak efektif, Wilmots kemudian memasukan Chadli menggantikan Hazard. Memang, dari 24 crossing yang diluncurkan Belgia, hanya 6 saja yang berhasil tepat sasaran, atau duel udaranya berhasil dimenangkan.
Pemilihan
Chadli sendiri karena pemain Tottenham Hotspur ini dianggap sebagai
pemain yang lebih fisikal, sehingga ia mampu berduel dengan bek-bek
Argentina.
Grafik posisi pemain Argentina (kiri) dan Belgia (kanan) menit 75’-90’
Komitmen Belgia pada gaya bermain yang memanfaatkan keunggulan fisik sendiri terlihat jelas pada menit ke-10. The Red Devils
bermain dengan tiga bek dan mendorong bek tengah jangkung, Van Buyten,
ke depan, bersama Fellaini dan Lukaku. Ini bisa terlihat di grafik
rataan posisi pemain di atas.
Argentina Lebih Disiplin
Permainan fisikal Belgia ditujukan untuk memenangkan duel udara dan
menciptakan peluang. Namun hal tersebut tidak terwujud karena adanya
Garay dan Demichelis. Sementara itu, ketika Belgia ingin menusuk lewat
tengah pun dapat dimuntahkan oleh Javier Mascherano.
Grafik permainan defensif Ezequiel Garay
Sabella menurunkan Demichelis adalah untuk menyiapkan lini pertahanan
dalam melawan adu fisik pemain-pemain Belgia, terutama Lukaku dan
Fellaini. Namun, tanpa disangka-sangka Garay justru menjadi pemain yang
paling bersinal dan layak pulang sebagai man of the match.
Sementara
itu Javier Mascherano juga berkontribusi di lapangan tengah, dan
terbukti penting dalam meminimalisir peluang Belgia. Pemain Barcelona
ini memang tidak bermain cantik tapi ia berperan dalam menjaga clean sheet semalam.
Pada
10 menit akhir pertandingan, Belgia memang masih mampu untuk
melancarkan serangan balik. Namun, kedisiplinan pertahanan Argentina
patut diacungi jempol semalam, meski pun awalnya performa Demichelis
yang terkenal lelet itu sempat diragukan.
Bagaimana Performa Messi?
Pada awal pertandingan, bek Argentina, Pablo Zabaleta, telah
mengungkapkan rencana “taktis” tim untuk memenangkan Piala Dunia ini:
berikan bola kepada Messi.
Tapi bukan berarti Messi tidak
berkontribusi meski dijaga oleh pemain lawan. Jika ada dua pemain yang
mengawal Messi (semalam adalah Axel Witsel dan Kompany), maka akan
tercipta ruang yang bisa dimanfaatkan oleh pemain Argentina lainnya.
Ruang kosong inilah (ditambah dengan blunder Kompany) yang kemudian
menghasilkan gol Argentina di awal laga.
Kesimpulan
Pertandingan
ini awalnya diharapkan menjadi pertandingan dengan intensitas serangan
yang tinggi antara kedua belah tim. Tapi, kerapihan Argentina saat
bertahan menjamin bahwa mereka berhak untuk memenangkan pertandingan
perempat final ini.
Tim Tango tidak pernah mengizinkan Belgia
untuk mendapatkan bola dengan leluasa di final third, dan itu
mengakibatkan mereka gagal menciptakan peluang bersih. Argentina sendiri
harus bangga karena kali ini mereka menang tidak dengan bantuan sihir
Messi.
Selama Piala Dunia ini, kita telah menyaksikan sisi
ofensif Argentina yang ompong. Tetapi melawan Belgia, mereka menemukan
keseimbangan yang bisa membuat mereka memenangkan Piala Dunia.
Pendekatan
mereka tidak hanya terbatas pada kemampuan menyerang, tapi juga dengan
permainan rapat yang membuat Belgia kesulitan untuk menemukan ruang
dan waktu dalam mengoper.
Belgia memang menyebabkan beberapa
kejutan melawan Argentina malam ini, termasuk kemampuan mereka dalam
membelenggu Messi, yang ironisnya membuat mereka kalah dengan kebobolan
di awal laga. Tetapi, pasukan Marc Wilmots memang kesulitan untuk
menyarangkan bola ke gawang pasukan Alejandro Sabella itu.
Tapi
ini masih merupakan kampanye yang positif bagi Red Devils. Piala Dunia
2014 bisa menjadi awal bagi generasi mereka untuk memenuhi potensi dan
menepis keraguan publik. Sementara Argentina akan bersiap untuk
menghadapi Belanda pada partai semifinal di Arena Corinthians pada Kamis
(10/7) dinihari WIB besok.
Minggu, 06 Juli 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar